
5 Tips Tangani Pelanggan Komplain di Media Sosial
Tak bisa dianggap remeh, kalau salah treatment, dalam sekejab dapat berdampak pada rusaknya image sebuah brand bahkan tamatnya sebuah bisnis.
Nyaris tak ada bisnis yang bebas dari komplain pelanggan. Ada kalanya memang pelanggan memiliki ekspektasi yang tidak rasional, tetapi ada kalanya pula bisnis melakukan kesalahan. Apapun itu, kedua belah pihak harus berlapang dada, tidak ada yang menjamin brand raksasa sekalipun yang sudah bertahun-tahun, luput dari komplain. Menangani komplain pelanggan adalah bagian dari bisnis itu sendiri.
Akhir-akhir ini, beberapa brand besar cukup ramai diperbincangkan di social media. Sebut saja kasus Eiger, sebuah adventure brand yang sudah lama “merajai” market tiba-tiba viral diserbu netizen, yang dinilai pihak Eiger tidak cukup bijak dan tepat merespon “customer feedback” dari salah satu pelanggan setianya. Buntutnya ramai-ramai netizen melakukan aksi blokir brand tersebut karena dinilai cukup mengecewakan. Tak hanya Eiger, pernah juga brand “fried chicken” ternama KFC juga tersandung kasus yang sama. Kemudian Es Teh belum lama ini, juga mencuri perhatian netizen, akibat kurang cakap merespon salah satu konsumen yang dinilai “rasa manis” Es Teh yang berlebihan. Bukan hanya brand dalam negeri, baru-baru ini juga brand fashion terkemuka Balenciaga, dikecam di media social akibat salah satu tema campaign yang dinilai negative.
Digital era, membuka saluran channel digital bergerak sangat cepat sehingga memberikan efek viral yang sulit dikendalikan. Dan saat ini media social sebagai media digital yang satu ini dianggap ampuh dan cepat oleh konsumen untuk mendapatkan respon dari perusahaan atau merek atas experience pelanggan.
Nah, penting bagi perusahaan untuk bisa menangani komplain di media sosial dengan cara yang tepat mengingat media ini adalah ruang publik. Salah-salah, malah bisa bikin mencoreng image perusahaan atau bahkan berujung fatal bagi eksistensi sebuah bisnis.
Berikut tips menangani komplain pelanggan di media sosial.
Tangani setiap komplain yang masuk. Jangan biarkan komentar negatif terpampang tanpa respon. Hal ini bisa mencoreng image perusahaan karena bisa jadi perusahaan dianggap tak melayani dengan baik. Selalu berikan respon terhadap komplain. Jika komplain sudah ditangani secara offline, tak mengapa menghapusnya dari timeline.
Arahkan komplain yang sensitif ke kanal nonpublik. Ada kalanya sebuah komplain bisa ditangani langsung di media sosial, tapi ada kalanya komplain perlu diarahkan ke kanal yang lebih private. Misalnya, apabila penanganan komplain membutuhkan data-data pribadi pelanggan. Mengarahkan komplain ke ranah offline juga cara yang bagus untuk menghadapi pelanggan yang menggunakan kalimat keras dalam postingan-nya.
Respon secepatnya. Pelanggan umumnya berharap komplainnya sudah mendapatkan respon dalam sehari atau dua hari. Apalagi jika akun media sosial perusahaan aktif mem-posting konten setiap hari, jika komplain tak segera direspon bisa jadi pelanggan menganggap perusahaan memang tak peduli dengan pelanggannya. Inilah yang kerap terjadi. Berdasarkan beberapa hasil studi, umumnya komplain di media sosial kerap tak direspon dengan cepat. Padahal meresponnya dengan cepat adalah salah satu cara membuat pelanggan puas.
Bertahap pada ego BUKAN pilihan tepat! Berhentilah untuk bersikap anti kritik. Keras kepala, merasa paling benar, saat berhadapan dengan customer feedback. Bersikaplah lapang dada, positive respond, meskipun harus menerima sesuatu yang kurang menyenangkan. Focuskan untuk mengidentifikasi “why” dari suara pelanggan, sampaikan apresiasi karena komplain sebagai bentuk “perhatian” customer kepada brand/product Anda, dan berikan solusi dan jawaban yang membangun, bukan menyalahkan, menyudutkan atau mencari pembenaran. Meskipun customer tidak sepenuhnya benar, namun sampaikan dengan cara elegan, yang justru hal itu akan menarik empati lebih dari public atas brand/perusahaan Anda.
Continous Improvement. Jadikan keluhan/complain pelanggan sebagai kesempatan untuk melakukan perbaikan. Bisa jadi memang ada proses, atau tahapan dari keseluruhan proses bisnis yang sudah tidak relevan, kurang tepat, salah dalam implementasi pada bisnis Anda. Komplain pelanggan ibarat obat, rasanya memang pahit, tetapi kalau diminum bisa jadi kesembuhan penyakit Anda. Begitu juga dengan complain pelanggan. Tidak enak, tidak nyaman atau bahkan menyakitkan, tapi kalau Anda tepat mengelola complain justru hal tersebut akan menjadi factor “key success” bisnis Anda secara tidak terduga. Siapa yang tahu, ini adalah kesempatan yang tepat Anda untuk naik kelas. So, bersikaplah positive dan tepat mengelola complain karena tidak semua complain buruk bagi Anda!
Pelanggan yang komplain lewat media digital biasanya lebih ekspresif dalam mengungkapkan amarahnya daripada pelanggan yang berhadapan langsung dengan layanan pelanggan. Namun, menangani pelanggan yang marah di media sosial dengan tepat justru bisa menguntungkan perusahaan dalam jangka panjang. Semoga bermanfaat. **
Service More and Grow Together
@widya (Executive Expertize of CRM)
Leave a Comment